Jakarta, bisabasi.id – Melihat adanya potensi Carbon Capture Storage (CCS) di Indonesia hingga 400 giga ton, 2 (dua) perjanjian terkait CCS ditandangani di tengah Pertemuan Bilateral AS-Indonesia pada Senin (13-11-2023).
Penandatanganan perjanjian ini merupakan awal dari proses panjang bagi pemerintah Indonesia dalam membangun ekosistem CCS. Mewakili Kementerian Koordinator Bidang kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves), Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim dan Energi, Jodi Mahardi hadir dalam pertemuan tersebut.
“Dengan adanya perjanjian ini, membuktikan bahwa semua perangkat di Indonesia, khususnya dari sisi Pemerintah, telah siap memanfaatkan potensi CCS Indonesia untuk kemajuan industri rendah karbon, peningkatan investasi, dan pembukaan lapangan kerja baru untuk masyarakat Indonesia,” ujar Deputi Jodi.
Dengan potensi penyimpanan carbon di Indonesia saat ini diperkirakan mencapai 400 giga ton, tentunya menghadirkan peluang bisnis dan investasi yang signifikan bagi Indonesia.
Dalam konteks implementasi tersebut, dua perjanjian terkait CCS yang ditandatangani meliputi (i) Amendemen Pokok-Pokok Perjanjian (HOA) yang memungkinkan kemajuan lebih lanjut CCS Hub oleh PT Pertamina (Persero) dengan ExxonMobil; dan (ii) Nota Kesepahaman (MOU) antara Pemerintah Indonesia dan ExxonMobil.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (MenESDM), Arifin Tasrif turut hadir dalam acara penandatanganan perjanjian ini. Menurutnya, tidak hanya berdampak pada pengurangan emisi, tetapi perjanjian ini juga akan membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat.
“Dua perjanjian yang ditandatangani hari ini menandakan langkah penting dalam perjalanan Indonesia sebagai pemimpin dalam pengurangan emisi. Teknologi mutakhir di balik CCS Hub dan kompleks petrokimia tidak hanya akan mengurangi emisi dan mendorong industri rendah karbon tetapi juga menciptakan lapangan kerja dan menarik investasi. Produk hilirisasi dari kompleks petrokimia ini akan memberikan manfaat yang signifikan bagi perekonomian Indonesia,” ujar MenESDM Arifin.
Nota Kesepahaman (MoU) antara Pemerintah Indonesia dan ExxonMobil tentang Advance Petrochemical Complex in Indonesia ditandatangani oleh Deputi Jodi dan Vice President ExxonMobil Chemical International Major Growth Ventures Ltd., Zoe Barinaga. MoU ini berisi kesepakatan untuk menjajaki evaluasi dan pengembangan kompleks petrokimia mutakhir di Indonesia. Kompleks potensial ini akan menghasilkan polimer berkualitas tinggi untuk memenuhi permintaan pasar Asia yang terus bertumbuh. Rencana investasi ini juga akan menciptakan lapangan kerja dan peluang usaha selama masa konstruksi dan pekerjaan saat operasi produksi, pemeliharaan, dan layanan terkait. Rencana investasi ini akan dirancang sebagai kompleks petrokimia rendah emisi, yang akan memanfaatkan peluang penyimpanan CO2 di sekitarnya, seperti CCS Hub yang sedang dievaluasi oleh ExxonMobil dan Pertamina PT (Persero). Rencana investasi ini menjadi contoh yang tepat untuk efek berganda yang dapat dihasilkan oleh CCS Hub bagi Indonesia.
Dari kedua perjanjian tersebut, menandakan bahwa Indonesia bersiap untuk menjadi pemimpin dalam dekarbonisasi industri, menarik investasi asing, dan membuka jalan bagi kemajuan hilirisasi. Nilai dari rencana investasi tersebut dapat mencapai miliaran dolar, yang menekankan komitmen terhadap solusi iklim, ketahanan pasokan energi, pengurangan emisi, dan masa depan rendah karbon yang berkelanjutan.
Dalam kesempatan ini, Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Nicke Widyawati turut menandatangani Amandemen Pokok-Pokok Perjanjian antara PT Pertamina (Persero) dan ExxonMobil. Perjanjian ini mencerminkan komitmen lebih lanjut kedua pihak untuk memajukan evaluasi bersama CCS Hub di bagian barat laut Laut Jawa. Evaluasi bersama tersebut mencakup penyusunan rencana untuk melakukan penjajakan kampanye pengeboran, yang akan memverifikasi kapasitas injeksi ke dalam akuifer asin (saline aquifer) yang ditargetkan. CCS Hub yang sedang dievaluasi diharapkan menawarkan penyimpanan geologis dalam volume yang signifikan, yang dapat menangkap dan menginjeksikan CO2 dari industri dalam negeri dan regional. Hal ini semakin mewujudkan kepemimpinan Indonesia dalam dekarbonisasi industri.
ExxonMobil, perusahaan energi multinasional, sedang mempertimbangkan beberapa lokasi di seluruh dunia, termasuk Indonesia, untuk investasi besar petrokimia pada dekade mendatang. Investasi ini akan menjadi salah satu kompleks petrokimia tercanggih di dunia. Fasilitas mutakhir ini tidak hanya akan meningkatkan perekonomian Indonesia, tetapi juga dapat menjadi langkah untuk mendukung tujuan keberlanjutan dan sirkularitas Indonesia. Produk-produk berkualitas tinggi yang diproduksi di pabrik potensial ini dapat membantu memenuhi permintaan industri yang terus bertumbuh di Asia.
Desain kompleks petrokimia yang rendah emisi akan selaras dengan pengembangan CCS Hub yang potensial di Indonesia, sehingga negara ini menjadi pemimpin dalam investasi rendah karbon di kawasan. Penciptaan lapangan kerja pada tahap konstruksi dan operasi dapat semakin memperkuat prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia. Masuknya industri ini akan menciptakan efek berganda dan mempelopori jalan hilirisasi bagi kemakmuran perekonomian Indonesia.
Hal ini merupakan bukti daya saing Indonesia dengan kondisi fiskal yang menarik, posisi logistik ekspor yang strategis, rencana pertumbuhan ekonomi, lingkungan yang mendukung bisnis dan investasi, keunggulan penyimpanan CO2 yang berkembang, tenaga kerja konstruksi dan manufaktur yang sangat kompeten, serta biaya yang kompetitif.
Senior Vice President, Exxon Mobil Corporation Jack P. Williams turut merasa bangga akan kolaborasi dengqn Pemerintah Indonesia. Tidak hanya berharap akan mengurangi emisi, namun Jack berharap dengan adanya kolaborasi ini dapat mendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia dan seluruh kawasan.
ExxonMobil sendiri menginvestasikan $17 miliar dalam inisiatif penurunan emisi sejak tahun 2022 hingga 2027, termasuk upayanya untuk meningkatkan CCS guna mendukung mengurangi emisi bagi pihak ketiga dan operasinya sendiri. ExxonMobil akan fokus pada upaya penangkapan dan penyimpanan karbon pada emisi titik sumber, yaitu proses menangkap CO2 dari aktivitas industri yang seharusnya dilepaskan ke atmosfer. Setelah ditangkap, CO2 diinjeksi ke dalam formasi geologi bawah tanah dengan penyimpanan yang aman, terjamin, dan permanen.
Beberapa Menteri dan pejabat tinggi turut hadir bersama Deputi Jodi dan menyaksikan acara penandatanganan kedua perjanjian tersebut, yaitu Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Arifin Tasrif, Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat, Rosan Roeslani, Duta Besar Amerika Serikat untuk Republik Indonesia, Sung Y. Kim, Senior Vice President, Exxon Mobil Corporation, Jack P. Williams, dan Director of ExxonMobil in Indonesia, Carole Gall.