Jakarta, bisabasi.id – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut iklim investasi bagi investor luar negeri di sektor perbankan Indonesia tetap menarik meskipun ada dinamika dan persaingan yang kompetitif.
Adapun faktor seperti pertumbuhan ekonomi yang stabil, jumlah populasi yang besar, dan peluang inovasi serta ekspansi, termasuk di bidang digital banking, financial technology (fintech), dan inklusi keuangan, tetap menarik bagi investor asing.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan, OJK secara berkala menerima berbagai permohonan izin dari investor asing, termasuk yang ingin memperkuat permodalan bank melalui right issue.
“Evaluasi ketat dilakukan untuk memastikan kontribusi positif investor asing terhadap sektor perbankan dan ekonomi Indonesia secara keseluruhan.
Dia menegaskan, dari sisi kebijakan dan regulasi terus disempurnakan untuk menjaga keseimbangan antara mengundang investasi dan memastikan kestabilan serta integritas sistem keuangan, termasuk aturan tentang batasan kepemilikan, transfer teknologi, dan penguatan kapasitas lokal.
“Ke depan, OJK akan terus melihat perkembangan investasi perbankan yang ada di Indonesia. Maka dari itu, pihaknya akan melakukan penguatan terhadap kapasitas lokal yang ada”, tegasnya.
Sementara itu OJK mencatat, per Februari 2024 DPK tumbuh 5,66% (yoy) meskipun melambat dari tahun sebelumnya yang tumbuh 8,18% (yoy). Pertumbuhan DPK ditopang KBMI 4 yang tumbuh 7,88% (yoy) meskipun melambat dari 9,78% (yoy) serta KBMI 1 yang tumbuh 4,85% (yoy) atau naik dari 3,96% (yoy) pada tahun sebelumnya. Berdasarkan jenis DPK, pertumbuhan DPK didorong oleh Deposito yang tumbuh meningkat yaitu 5,35% (yoy) dari 4,85% (yoy) pada tahun sebelumnya serta Giro yang tumbuh 7,33% (yoy) meskipun melambat dari 16,20% (yoy).
Pertumbuhan DPK di tahun 2024 diperkirakan meningkat pada kisaran 7-9% meskipun masih di bawah pertumbuhan kredit. Namun demikian, kondisi likuiditas bank saat ini masih cukup baik terutama untuk mendukung penyaluran kredit. Hal ini dapat ditunjukkan dengan rasio likuiditas seperti LDR yang sebesar 84,05% (di bawah 90%) serta kecukupan likuiditas untuk mengantisipasi penarikan dana yaitu AL/NCD dan AL/DPK masing-masing 121,98% dan 27,41% atau jauh di atas threshold.
Sedangkan dari sisi intermediasi, pertumbuhan kredit yang berada di kisaran 7-12% tentu sejalan dengan kondisi ekonomi yang tidak hanya dipengaruhi kondisi di dalam negeri tetapi juga sangat berkaitan dengan dinamika ekonomi global seperti kenaikan suku bunga yang mempengaruhi likuiditas secara global serta pergerakan harga komoditas khususnya komoditas energi yang sangat keterkaitan dengan ekonomi domestik.