Jakarta, bisabasi.id – Bursa Efek Indonesia (BEI) mulai buka suara terkait tidak adanya perusahaan BUMN ataupun anak perusahaan BUMN yang listing pada tahun 2024. Seperti diketahui sebelumnya, anak perusahaan BUMN yang terakhir mencatatkan saham perdananya di BEI yakni PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) pada tahun 2023 setelah itu tidak ada lagi BUMN yang melantai.
Sejauh ini, BEI sebagai otoritas pasar modal secara pro aktif melakukan kegiatan dan edukasi kepada seluruh calon emiten baik itu swasta maupun perusahaan ataupun anak perusahaan BUMN mengenai manfaat dan risiko sebagai perusahaan tercatat di Bursa Efek Indonesia. Namun, keputusan perusahaan BUMN untuk bisa go public ada di pemegang sahamnya dalam hal ini yakni Kementerian BUMN.
Direktur Utama BEI Iman Rachman mengatakan bahwa, terkait tidak adanya holding atau anak perusahaan BUMN yang melantai di Bursa disepanjang tahun ini dikarenakan menunggu waktu yang tepat. Apalagi, di tahun ini ada Pemilihan Presiden (Pilpres) dan Pileg sehingga membuat mereka wait and see sampai kondisi pasar modal benar – benar baik.
“Tapi memang IPO it’s about timing, memang perlu timing. Perusahaan yang bagus disaat kondisi market yang jelek juga jelek. Kita mesti ga bisa pisahkan antara timing dengan masuk,” katanya di Gedung BEI. (18/10).
BEI Dorong Perusahaan BUMN dengan Skala Besar Listing di Bursa
Iman pun berharap, dengan adanya pemerintahan yang baru terdapat dorongan agar ke depan BUMN bisa kembali menggalang dana di Pasar Modal lewat mekanisme Initial Public Offering (IPO) di BEI. Ia menginginkan agar anak usaha BUMN yang sizenya besar bisa menggalang dana di pasar modal.
“Jadi kita berharap di tahun 2025, anak perusahaan misalnya Pertamina, Inalum, PTPN gitu ya itu mungkin bisa tercatat di bursa dengan size yang besar,” pungkasnya.
Menurut Iman, berdasarkan data yang diterima terdapat 14 BUMN yang sudah tercatat di Bursa. Di mana tren kinerjanya mencatatkan pertumbuhan yang sangat signifikan. Dari 14 perusahaan yang sudah tercatat, sebanyak 7 perusahaan dari BUMN harga sahamnya naik jika dibandingkan dengan harga pada saat pertama IPO, dan ada 7 perusahaan yang mengalami penurunan. Sedangkan, 9 anak usaha BUMN naik dan sebanyak 14 anak usaha BUMN turun.
“Bicara keuangan profitnya naik 1200 persen, devidennya hampir 2000 persen. Sedangkan, untuk anak usaha BUMN profitnya naik 232 persen dan dividennya hampir 400 persen sementara untuk market cap naiknya 87 persen,” imbuhnya.
Bursa Efek Indonesia tidak akan berhenti untuk mengejar perusahaan BUMN agar bisa masuk ke pasar modal lewat mekanisme IPO. Apalagi sejak 2 tahun lalu, BEI sudah melakukan tanda tangan kerja sama dengan Kementerian BUMN untuk mendorong perusahaan BUMN bisa naik kelas.