Jakarta, bisabasi.id – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meluncurkan panduan Climate Risk Management and Scenario Analysis (CRMS) bagi industri perbankan yang merupakan salah satu bentuk dukungan kebijakan OJK dalam pengelolaan risiko perubahan iklim bagi sektor perbankan di Indonesia.
Peluncuran buku panduan ini juga dibarengi dengan penandatanganan komitmen dari 7 bank dengan inisiatif ESG yang mendukung pencapaian Net Zero Emission (NZE).
Sementara itu, penyusunan buku panduan CRMS ini dilatarbelakangi oleh berbagai faktor diantaranya yakni dari sisi risiko Indonesia merupakan negara yang dinilai cukup rentan terhadap isu perubahan iklim, kemudian komitmen global dalam pencapaian net zero emission di tahun 2050 yang telah dicanangkan pada Paris Agreement, serta mendorong sektor perbankan untuk mulai mengintegrasikan risiko iklim ke dalam kinerja keuangan termasuk pengungkapannya.
Panduan CRMS diharapkan dapat menjadi bridging policy sebelum berlakunya standar internasional terkait management and supervision of climate-related financial risks. Dalam penerapannya, panduan ini juga tidak dapat berdiri sendiri dan sangat erat kaitannya dalam mendukung implementasi kebijakan keuangan berkelanjutan OJK saat ini dan ke depan.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae menjelaskan secara konsep, CRMS ini merupakan kerangka untuk menilai ketahanan model bisnis dan strategi bank dalam menghadapi perubahan iklim, tidak hanya dalam jangka pendek tetapi juga jangka menengah dan panjang.
“CRMS meliputi aspek tata kelola, strategi bisnis, manajemen risiko, pengukuran dan target serta pengungkapan dan pelaporan mengenai dampak risiko iklim dan emisi karbon industri perbankan kepada OJK”, jelasnya dalam acara Indonesia Banking Road To Net Zero Emission di St Regis, Jakarta. (4/3).
Lanjut Dian, perjalanan penyusunan CRMS ini telah dimulai sejak 2022 seiring dengan perkembangan inisiatif kebijakan OJK terkait manajemen risiko iklim di sektor perbankan. Selain dukungan dari regulasi, panduan CRMS ini juga telah melalui berbagai rangkaian proses penyusunan yang akuntabel.
“Kami telah melakukan studi literatur dan diskusi dengan berbagai pihak untuk mendapatkan masukan yang mendalam baik dari Bank Sentral dan Otoritas yang telah menerapkan (ie. HKMA, MAS dan APRA), maupun akademisi, serta tentunya masukan dalam kerangka penerapan dari industri perbankan baik bersama Bank Advance di luar negeri maupun dalam negeri”, lanjutnya.
Sementara itu, Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar mengatakan adanya panduan CRMS untuk industri perbankan ini merupakan bagian akhir dari berbagai produk yang telah dihasilkan dalam rangka pembangunan yang berkelanjutan dan mengatasi perubahan iklim.
“Sebelumnya OJK telah meluncurkan bursa karbon Indonesia, yang kemudian diikuti dengan penerbitan persyaratan efek bersifat utang dan sukuk berlandasakan keberlanjutan”, tegas Mahendra.
Buku 1 (Panduan Utama) menjelaskan prinsip-prinsip tentang pengelolaan risiko yang terkait iklim, sementara 5 (lima) Buku lainnya merupakan panduan yang mendukung implementasi CRMS termasuk panduan teknis pelaksanaan stress test dampak risiko perubahan iklim terhadap kinerja perbankan. Tentunya panduan CRMS ini akan bersifat living document yang akan kami perbaharui secara berkala sesuai dengan global policies direction, praktik terbaik di industri keuangan dan tuntutan stakeholders.
Dengan adanya standardisasi kerangka manajemen risiko iklim dari aspek kualitatif dan kuantitatif, penetapan skenario iklim yang seragam untuk Indonesia, kerangka metodologi pengukuran, dan dukungan sumber data dan referensi, panduan CRMS diharapkan dapat membantu bank dalam mengembangkan climate risk management framework untuk mengukur dampak iklim pada kinerja dan keberlanjutan bisnis bank.
Ke depan, OJK berencana untuk mengintegrasikan aspek risiko iklim ke dalam kerangka manajemen risiko dan menjadi bagian dari supervisory action untuk industri perbankan, tentunya disejalankan dengan standard internasional yang akan diterapkan oleh BCBS.