Jakarta, bisabasi.id – Rapat Dewan Komisioner Bulanan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 29 Mei 2024 menilai sektor jasa keuangan terjaga stabil yang didukung oleh tingkat permodalan yang kuat dan likuiditas memadai di tengah ketidakpastian global akibat masih tingginya tensi geopolitik, potensi meluasnya perang dagang, serta kinerja perekonomian global yang masih di bawah ekspektasi.
Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar mengungkapkan, Tensi perang dagang kembali meningkat akibat kenaikan tarif Amerika Serikat (AS) dan beberapa negara Amerika Latin terhadap produk Tiongkok, baik produk green technology maupun besi – baja. Pengenaan tarif ini berisiko memperluas perang dagang mengingat Tiongkok adalah mitra dagang utama dan salah satu investor terbesar di Kawasan Amerika Latin.
“Di AS, tekanan inflasi kembali mereda di tengah moderasi pasar tenaga kerja dan kinerja sektor riil. Hal ini mendorong meredanya tekanan di pasar keuangan global setelah pasar kembali berekspektasi penurunan Fed Fund Rate (FFR) sebanyak dua kali di akhir tahun 2024”, ungkap Mahendra dalam Konfrensi Pers yang digelar secara daring melalui Zoom. (11/6).
OJK Tanggapi Tensi Perang Dagang dan Geopolitik Masih Tinggi
Sementara itu, menurut Mahendra otoritas moneter di Eropa diekspektasikan akan lebih akomodatif untuk mendorong perekonomian yang lemah di tengah tingkat inflasi yang terus mereda. Pasar mengekspektasikan penurunan suku bunga pada Juni dan tiga kali pemotongan di 2024.
Di Tiongkok, menyikapi indikasi masih lemahnya kinerja perekonomian, Pemerintah menerbitkan insentif fiskal yang cukup agresif yang dibiayai oleh penerbitan special long-term bond sebesar CNY 1 triliun (sekitar USD138 miliar), penerbitan ke-4 sepanjang sejarah setelah diterbitkan pada 1998 (Asian Financial Crisis), 2008 (Global Financial Crisis), dan 2020 (pandemi).
Di perekonomian domestik, pertumbuhan ekonomi di Q1 2024 lebih tinggi dari ekspektasi pasar didorong oleh pengeluaran pemerintah dan Lembaga Non Profit yang Melayani Rumah Tangga (LNPRT) sejalan dengan periode Pemilu, kebijakan kenaikan gaji dan pembayaran THR PNS/Pensiunan, serta periode Ramadhan/lebaran.
“Namun demikian, indikator perekonomian di awal Q2 2024 menunjukkan moderasi pertumbuhan khususnya data-data terkait permintaan masyarakat dan kinerja sektor yang terkait komoditas”, tutup Mahendra.