Jakarta, bisabasi.id – PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2024 masih tetap solid di tengah berbagai tantangan global yakni berada diangka 4,8 persen hingga 5,2 persen. Sedangkan, untuk tingkat inflasi pihaknya memprediksi bisa mencapai 2 hingga 3,5 persen. Angka tersebut juga sesuai dengan target Pemerintah maupun lembaga lainnya yang mana menargetkan pertumbuhan ekonomi diangka 5 persen, dan tingkat inflasi 2,5 hingga 3 persen.
Ekonom Pefindo Suhindarto menjelaskan bahwa, di tahun depan pertumbuhan ekonomi Indonesia masih akan melanjutkan tren yang positif meskipun tantangan ekonomi global masih menghantui. Ia melihat, banyak faktor yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi ke angka 5 persen. Salah satu faktornya yakni, adanya pemilihan umum secara serentak yang akan diselenggarakan pada Februari 2024.
“ Konsumsi rumah tangga tetap terjaga seiring dengan aktivitas ekonomi masyarakat yang meningkat, utamanya terdorong karena aktivitas kampanye Pemilu Serentak”, ujarnya dalam acara Webinar Media Forum. (11/12).
Selanjutnya, Suhindarto menambahkan para investor juga harus bisa mencermati faktor risiko yang dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di tahun 2024 mendatang. Dimana, permasalahan geopolitik yang terus berlanjut, khususnya di Rusia-Ukraina dan Invasi Israel ke Palestina. Kemudian adanya potensi stagnasi pertumbuhan ekonomi global jika suku bunga tinggi masih bertahan seiring narasi higher for longer.
“Dan yang mesti juga diperhatikan yaitu potensi arus keluar modal, seiring suku bunga negara maju yang masih tinggi, dapat menyebabkan tekanan pada nilai tukar”, tambahnya.
Disisi lain, pada tahun 2024 kebutuhan terhadap refinancing akan jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Bahkan, Pefindo memproyeksikan penerbitan surat utang yang baru bisa mencapai Rp 155,46 triliun. Hal tersebut didorong dari aktivitas sektor riil yang masih terjaga, akibat dari dorongan aktivitas kampanye menjelang pemilu dan kondisi wait and see yang cenderung menurun.
“Kebutuhan refinancing lebih tinggi, terindikasi dari nilai surat utang yang jatuh tempo di 2024 yang lebih tinggi daripada 2023 (Rp153,1 T vs Rp126,9 T)”, tutupnya.