Jakarta, bisabasi.id – Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) telah membentuk Posko Orange untuk mengadvokasi ribuan karyawan Sritex di Sukoharjo dan Semarang. Advokasi ini mencakup beberapa langkah penting.
Untuk itu, pihaknya mendesak Dinas Tenaga Kerja Sukoharjo dan dinas lainnya untuk menolak PHK yang diajukan oleh PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL), karena pailit ini disebabkan oleh mismanajemen bukan oleh persoalan perburuhan.
Kemudian, KSPI juga meminta agar karyawan yang terancam PHK harus tetap mendapatkan upah, dan jika memang tidak ada pekerjaan maka karyawan dirumahkan dengan wajib tetap menerima upah sesuai aturan yang berlaku.
Presiden KSPI Said Iqbal menjelaskan bahwa, runtuhnya industri tekstil di Indonesia bukan disebabkan oleh kenaikan upah minimum, melainkan oleh turunnya daya beli dan impor produk dari China. Iqbal juga menyoroti kasus pailit yang dialami oleh Sritex sebagai contoh jelas dari manajemen yang buruk dan kegagalan melaksanakan perjanjian restrukturisasi utang (homologasi), bukan karena kenaikan upah buruh.
Menurut Iqbal, faktor utama yang menyebabkan runtuhnya industri tekstil adalah daya beli yang terus menurun akibat kebijakan upah yang tidak memadai selama tiga tahun terakhir, terutama sejak pemberlakuan Omnibus Law.
“Upah buruh tidak naik atau bahkan berada di bawah tingkat inflasi, menyebabkan daya beli turun dan memicu deflasi,” jelas Iqbal. (28/10).
Selain itu, kata Iqbal, pemerintah juga diharapkan ikut mengintervensi proses kasasi di Mahkamah Agung untuk membatalkan pailit Sritex. Selain itu, pemerintah perlu memberikan dana talangan sebesar guna menyelesaikan utang Sritex.
Iqbal menekankan bahwa langkah ini tidak perlu melibatkan banyak menteri, cukup satu pejabat yang mampu bertindak cepat untuk menyelesaikan masalah ini.
“Jika pemerintah tidak segera mengambil tindakan, KSPI dan Partai Buruh siap terjun langsung membantu karyawan Sritex,” lanjutnya.
KSPI juga mengkritik pemerintah yang terus mengulang narasi bahwa kenaikan upah akan menyebabkan PHK.