Jakarta, bisabasi.id – Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan Partai Buruh menyoroti praktik hubungan kerja eksploitatif yang dilakukan PT Pos Indonesia terhadap sekitar 15.000 pekerja mitra pos.
KSPI menemukan bahwa hubungan kerja antara mitra pos dan PT Pos Indonesia melanggar Undang-Undang Ketenagakerjaan dan Putusan Mahkamah Konstitusi. Banyak pekerja mitra yang tidak memiliki kepastian kerja, upah di bawah UMP/UMK, jam kerja tidak manusiawi, dan tidak mendapatkan Tunjangan Hari Raya (THR).
Presiden KSPI dan Partai Buruh, Said Iqbal, menyebut sistem kemitraan tersebut sebagai bentuk perbudakan modern. Untuk itu, pihaknya akan meminta audiensi dengan Menteri BUMN Erick Thohir untuk memperbaiki sistem hubungan kerja di PT Pos Indonesia.
“Mereka tidak bekerja lewat aplikasi. Mereka bekerja langsung di kantor PT Pos wilayah setempat, memakai seragam resmi, mengerjakan pekerjaan yang sama dengan karyawan tetap PT Pos. Ini jelas hubungan kerja langsung. Tapi status mereka disebut mitra, tanpa hak-hak dasar sebagai pekerja. Ini pelanggaran yang orisinal, dan sangat serius,” kata Said Iqbal.
Dalam audiensi yang akan dilakukan tersebut Said Iqbal menegaskan mereka menuntut agar para mitra diangkat dengan status yang jelas, upah sesuai minimum, jam kerja maksimal, dan tidak ada potongan upah sewenang-wenang.
“Sebelah kanan karyawan tetap PT Pos dengan gaji sesuai UMK. Sebelah kiri mitra pos yang dibayar per paket. Ini nyata-nyata penindasan yang dilegalkan oleh negara,” tegasnya.
KSPI Bakal Lapor ke Presiden

“Kami akan melaporkan hal ini langsung ke Presiden Prabowo Subianto bila tidak ada langkah konkret dari Kementerian BUMN. Dan pasca Lebaran, KSPI akan memimpin pemogokan nasional besar-besaran terhadap PT Pos Indonesia, melibatkan puluhan ribu pekerja mitra pos di seluruh Indonesia,” ancam Iqbal.
Sementara itu pada kesempatan yang sama, Presiden Federasi Serikat Pekerja Aspek Indonesia, Abdul Gofur, menambahkan bahwa pekerja mitra tidak mendapatkan hak cuti sama sekali dan skema pembayaran tidak transparan.
“Tidak ada cuti sakit, tidak ada cuti haid, apalagi cuti melahirkan. Bahkan ada pekerja perempuan yang dipecat hanya karena mengajukan cuti melahirkan,” ungkap Gofur.
Gofur juga menyoroti denda yang dikenakan kepada pekerja jika terjadi kesalahan pengiriman.
“Ini sistem yang sewenang-wenang dan menindas,” tutupnya.