Jakarta, bisabasi.id – PT Surya Biru Murni Acetylene Tbk (SBMA) memiliki keyakinan atas proyeksi pertumbuhan perusahaan pada tahun 2025, didukung oleh peningkatan kapasitas utilitas pabrik yang solid.
Direktur Utama SBMA Rini Dwiyanti menyatakan bahwa, langkah-langkah strategis telah disusun untuk menghadapi tantangan dan memanfaatkan peluang yang ada.
“Produk unggulan kami, seperti gas untuk medis, produk special gas, serta layanan jasa seperti leak test, hydrotest, vacuum test siap mendukung pertumbuhan perusahaan,” ujar Rini dalam keterangannya secara tertulis. (12/2).
Kata Rini, pada tahun 2025 perusahaan akan memfokuskan investasi pada tiga aspek utama, yaitu pengembangan pasar, diversifikasi produk, dan penguatan sumber daya manusia (SDM). Wilayah strategis yang menjadi prioritas adalah Kalimantan Selatan dan Tengah, dengan tujuan untuk mendukung rencana pemerintah dalam pengembangan sektor oil and gas, mining, dan medical, yang memiliki potensi besar untuk pertumbuhan.
“Kami melihat potensi besar dalam sektor jasa ini untuk memelihara dan meningkatkan layanan ke customer yang ada dengan keahlian tim teknis yang telah dipercaya,” pungkasnya.
Saham SBMA Masih Undervalued

Sementara itu, Analis dari FAC Sekuritas Indonesia, Wisnu Prambudi, menilai bahwa sejak IPO 8 September 2021, SBMA tumbuh cukup baik. Hal ini terlihat dari aset, ekuitas, pendapatan, dan laba bersih yang konsisten tumbuh. Wisnu juga melihat Book Value per share SBMA masih undervalued, yang mengindikasikan potensi penguatan harga saham.
“Selain itu, dari sisi DER sebesar 0,19%, artinya jika kita bandingkan antara utang to equity-nya masuk kategori kecil,” pungkas Wisnu.
Senada, founder Stocknow.id, Hendra Wardana, menyebut SBMA mencatatkan laba bersih sebesar Rp9,7 miliar pada 9M2024, tumbuh 106,3% secara tahunan (YoY). Keunggulan utama SBMA adalah posisinya yang strategis di Kalimantan, terutama dengan adanya proyek Ibu Kota Nusantara (IKN) dan pertumbuhan industri smelter.
Fokus perusahaan pada pasar lokal menjadi keuntungan tersendiri, karena meskipun harga gas dunia naik, permintaan domestik yang kuat tetap mendukung kinerja SBMA.
Sebagai produsen gas industri, SBMA bergantung pada bahan baku dan energi dalam produksinya. Kenaikan harga gas dunia dapat meningkatkan biaya produksi dan berpotensi menekan margin keuntungan.
“Namun, prospek pertumbuhan industri di Kalimantan tetap menjadi katalis positif yang dapat menjaga stabilitas bisnis SBMA ke depan,” ujar Hendra.